DEMI KERUKUNAN KOTA BEKASI, TEGAKKAN KEADILAN, BEBASKAN MOH. SUHERMAN
Oleh: Akmal Kamil Nasution, SH* (LBH Pelita Umat Korwil Kepri)
Moh Suherman diduga melakukan tindak pidana penyebaran
ujaran provokatif di media sosial whatApp setelah sebelumnya ada laporan
pendeta Yohanes Nur atas sebaran photo/gambar yang berisi dugaan perjanjian
antara Drs. H. Rahmad Effendi (Wali Kota Bekasi) dengan Pdt. Joskusport
Silalahi.,SH (persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Setempat Kota Bekasi), Romo
Yustinus Kasaryanto.Pr (Gereja Dekenat Katolik Bekasi), Pdt. Yohanes Nur,STh
(Badan Musyawarah Antar Gereja Lembaga Kristen Indonesia/BAMAGLKKI Kota Bekasi)
dan Pdt. Dr.Subagio Sulistyo (Persekutian Gereja-Gereja Pentakosta
Indonesia/PGPI Kota Bekasi).
Pada photo/gambar itu diduga ada perjanjian terkait
Pilkada dengan isi perjanjian:
1). Pihak pertama (Dr. H. Rahmat Efendi yang saat ini
Walikota terpilih) akan memberikan perlakuan yang adil dan bijaksana kepada
pihak ke dua (para Pendeta/Romo di atas) beserta umat Kristen dan Katolik Kota
Bekasi. Salah satu bentuk keadilan tersebut adalah pihak pertama akan
memberikan kemudahan kepada pihak kedua untuk mendirikan rumah ibadah (gereja)
disemua wilayah kota Bekasi dengan target 500 gereja selama 5 tahun.
2). Pihak Pertama akan mejaga kebinekaan dan toleransi
beragama secara terus menerus di kota Bekasi. Jika ada masyarakat mayoritas
muslim kota Bekasi melakukan intoleransi beragama kepada pihak kedua maka pihak
pertama akan menindak tegas susuai dengan aturan hukum yang berlaku.
3). Pihak kedua bersama umat Kristen dan Katolik kota
Bekasi akan memberikan dukungan politik kepada pihak pertama. Bentuk dukungan
berupa suplay logistik disetiap TPS dan dukungan suara dalam pencoblosan di TPS
pada tanggal 27 Juni 2018.
4). Pihak Kedua akan membantu mengkampanyekan pihak
pertama kepada masyarakat kota Bekasi melalui gereja-gereja dan aksi sosial
lainnya.
Sebelumnya Moh. Suherman mendapatkan kiriman gambar/photo
itu dari orang lain, sehingga dipastikan bukanlah dari beliau sumber pertama
photo/gambar itu, setelah ia terima ia teruskan ke lima nomor whatsApp yang ada
di handphone beliau tanpa ada kalimat tambahan apapun apalagi ujaran provokatif
SARA.
Penyebaran photo/gambar hanya kepada lima nomor
whastApp tidak keseluruh nomor whatsApp yang ada di handphone beliau
menunjukkan bahwa tindakan itu tidak lebih hanya untuk konfirmasi/minta
pendapat bukan untuk memprovokasi. Padahal bisa saja bagi Moh. Suherman
menambahkan kalimat di bawah photo/gambar itu misalnya dengan kalimat “jangan
pilih calon Gubernur pro Kristen” atau “minoritas kristen semakin melunjak,
hancurkan gereja-gereja, bunuh pendeta-pendeta ini” dsb. Padahal pilihan
penambahan kalimat dibawah photo/gambar tersedia diaplikasi whatsApp namun Moh.
Suherman tidak melakukannya.
Kelima nomor whatsApp yang di share oleh Moh. Suherman
tidak ada satupun yang melaporkan beliau ke Polisi, justru Pendeta Yohanes Nur
yang membuat laporan yang sebelumnya tidak dikenal oleh Moh. Suherman sehingga
menjadi tanda tanya bagi tim Pengacara Moh. Suherman kenapa Pendeta Yohanes Nur
yang melaporkan ?, kenapa tidak pemilik 5 nomor whatsApp yang dishare Moh.
Suherman yang melaporkan ? Kenapa Yohanes Nur tidak melaporkan orang yang
mengirim photo/gambar itu kepada dirinya ?. Apakah Moh. Suherman memang sudah
di Target?.
Dari kelima nomor whatsApp yang dikirim oleh Moh.
Suherman, perlu dibuktikan apakah kelima pemilik nomor tersebut terprovokasi
dengan adanya kiriman Moh. Suherman ?, apabila benar maka terprovokasinya dalam
bentuk apa ? kalau tidak maka semakin teranglah Moh. Suherman bukan untuk
memprovokasi, tapi hanya meminta pendapat (konfirmasi).
Dari kiriman photo/gambar Moh. Suherman harus juga
dibuktikan oleh pendeta Yohanes Nur, bahwa ada *kerugian secara langsung* yang
dirasakan/diderita atas kiriman itu, kalau tidak ada maka dapat dikatakan bahwa
Moh. Suherman bukanlah orang yang tepat untuk dilaporkan atau diproses secara
pidana.
Dikarenakan photo/gambar itu dijadikan sebagai bukti,
maka photo/gambar itu harus diuji fuslabfor untuk membuktikan kebenarannya.
Sehingga publik dapat mengetahui kebenaran/keaslian photo/gambar itu dengan
terang benderang. Sebab banyak publik menduga photo/gambar itu memang benar,
ada tanda tangan, stempel basah dan redaksi perjanjian yang tampak dibuat
dengan profesional.
Semua pihak yang disebutkan dalam perjanjian harusnya
diperiksa oleh polisi dan nantinya akan dihadapkan didepan majelis hakim untuk
diminta keterangan, sehingga bagi publik semakin terang benderang benar atau
tidaknya perjanjian itu.
Dikarenakan masalah ini adalah masalah keumatan,
berkenaan dengan umat kristen dan Islam maka dapat dipastikan akan disorot oleh
publik, baik media maupun yang akan hadir dipersidangan dan pembahasan
perjanjian itu akan diulang-ulang karena tidak cukup satu kali pemeriksaan.
Persoalan ini, akan berpotensi menimbulkan kontraksi hubungan umat Islam dan
Kristen akan. Selain perkara sumir, sebaiknya perkara ini dihentikan untuk
menghindari gejolak. Karenanya, sepatutnya kasus ini ditutup karena memang
tidak terpenuhi unsur pidana sebagaimana termaktub dalam pasal 28 ayat (2) UU
ITE.
Sisi lain, apabila kasus ini tetap dilanjutkan akan
menjadi penegasan bagi publik bahwa Kepolisian tidak adil, tegas dan sigap
terhadap umat Islam dan lamban terhadap pihak yang menghina Islam, seperti
Sukma Wati, Viktor Laiskodat, Joshua, Cornelis dsb.
Umat akan menilai, bagi mereka yang berada dibarisan
umat Islam seperti Ust. Alfian Tanjung, Jonru Ginting, Asma Dewi, Rini
Sulistiawati dll Polri begitu sigap, tapi mereka yang melukai hati umat Islam,
proses hukum begitu lamban padahal bukti sudah ada, ujaran penghinaan/penodaan
terhadap ajaran agama Islam jelas. Tidak tampak kelanjutan proses hukum, ada
yang diproses seperti Sukmawati tapi Polri malah memberikan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan). Dalam kasus ini, Jangankan memberikan SP3 kepada Moh.
Suherman permohonan penangguhan penahanan saja Polri belum mengabulkan.
Dari kiriman Moh. Suherman tidak terjadi konflik antar
umat beragama, yang Penulis khawatirkan justru konflik itu akan terjadi setelah
adanya laporan Pendeta Yohanes Nur karena yang melaporkan berstatus Pendeta dan
Umat Islam tidak akan tinggal diam.
Apalagi umat Islam saat ini menilai penyelesaian
masalah melalui jalur hukum akan sulit mendapatkan keadilan, apabila berlarut
maka akan berpotensi terjadinya konflik Islam dan Kristen, apalagi di Bekasi
itu banyak jawara yang siap mengorbankan apapun untuk agamanya. Awalnya memang
di Bekasi tapi itu akan merembet. Untuk menghindari itulah kasus Moh. Suherman
sepatutnya di tutup.
Wallahua’lam.