KSHUMI Kalsel : Persekusi Ulama Dan Pengajian Juga Marak Di Daerah
Maraknya persekusi dan penghambatan kegiatan pengajian
juga terjadi di daerah Kalimantan selatan. Hal itu terungkap dalam dalam
diskusi LBH PELITA UMAT di hotel Sofian Jakarta (22/7).
“Selain persekusi ulama di Kalimantan barat, di daerah
kami juga mengalami hambatan saat menyelenggarakan kegiatan pengajian. Acara
pengajian yang seyogyanya bagian dari kegiatan ibadah, oleh aparat selalu
diminta tinduk pada rezim perizinan”.
“Polisi selalu berpedoman pada Juklak Kapolri No. Pol
/ 02 / XII / 95 tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat.
Padahal, ini Kan kegiatan pengajian yang tidak perlu izin ? Apalagi
diselenggarakan ditempat terbatas” ungkap Dr. Fikri Chairman, SH MH, salah satu
pembicara dari KSHUMI Kalsel.
“Padahal, yang wajib izin itu keramaian seperti Pentas
musik band / dangdut, Wayang Kulit, Ketoprak Dan pertunjukan lain. Masak
pengajian disamakan dengan dangdut atau musik band yang wajib izin ?” Tegas
Advokat KSHUMI ini.
Sejalan dengan pernyataan Dr. Fikri, Ahmad Khozinudin
SH juga mengungkapkan hal yang Sama. Selama ini kegiatan masyarakat untuk
menyampaikan aspirasi kadangkala dibawa Polri untuk tunduk pada rezim
Perijinan, bukan pemberitahuan.
“Padahal, UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat dimuka umum, tegas menyebut kegiatan aksi atau unjuk rada
itu bagian dari menyampaikan pendapat dimuka umum, yang pengaturannya cukup
mengirim pemberitahuan, bukan izin. Tapi kadangkala polisi selalu menanyakan
izin, ini aneh” ungkap Ahmad.
Ahmad juga menyayangkan jika setiap pengajian harus
minta izin. Maka urusan dakwah bukan lagi menjadi hak konstitusional warga
negara tetapi menjadi ada dan pada kendali otoritas polisi.
Dr. Fikri juga mengingatkan pentingnya
meningkatkan kapasitas dan kualitas advokat, agar bisa memberikan layanan hukum
secara profesional meskipun dalam bentuk bantuan hukum LBH. Profesionalitas ini
penting, agar umat mendapatkan layanan hukum yang maksimal.