MENOLAK AROGANSI JAKSA, MENUNTUT KEADILAN BAGI SUHERMAN
Oleh: Ahmad Khozinudin, SH
Ketua LBH PELITA UMAT
Ketua LBH PELITA UMAT
Setiap wewenang yang diberikan UU kepada aparat penegak hukum,
baik penyidik, penuntut umum dan hakim adalah dalam rangka menjamin keadilan
dan kepastian hukum. Secara subjektif, penyidik dan jaksa penuntut umum memang
diberi wewenang untuk menahan Tersangka karena adanya kekhawatiran
menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau mengulangi tindak pidana lagi.
Secara objektif, penyidik atau jaksa hanya bisa menahan jika pasal yang
disangkakan diancam pidana minimal 5 (lima) tahun.
Pada kasus Suherman, secara objektif memang status tersangka
berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat (2) ITE dapat ditahan, karena ancaman
pidana 6 (enam) tahun. Namun, syarat ini tidak berdiri sendiri. Harus ada
kondisi dimana penyidik atau jaksa merasa khawatir atas adanya potensi
Tersangka menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau mengulangi tindak
pidana lagi.
Syarat subjektif ini telah diuji oleh penyidik polres metro kota
bekasi, atas permohonan penangguhan kuasa hukum dan jaminan keluarga, Suherman
mendapat penangguhan penahanan. Dalam masa penahanan, Suherman terbukti
kooperatif, hingga proses pelimpahan ke kejaksaan negeri bekasi.
Namun, begitu sampai proses di kejaksaan, jaksa penuntut umum
seolah tutup mata atas kondisi Suherman. Jaminan keluarga dan bahkan tokoh dan
ulama dipertanyakan. Bahkan jaksa mempertanyakan dukungan umat Islam.
Kekhawatiran menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau
mengulangi tindak pidana lagi, tidak ada pada diri Suherman dikarenakan :
Pertama, Suherman telah mendapat kebijakan penangguhan penahanan
oleh penyidik polres metro kota bekasi. Dalam kurun seminggu masa penahanan,
terbukti tersangka kooperatif, tidak lari dan tidak mengulangi pidana lagi.
Kedua, barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
telah disita oleh penyidik, tersangka tidak mungkin menghilangkan barang bukti
yang ada pada kewenangan penyidik.
Ketiga, saat pelimpahan tersangka terbukti kooperatif. Sejak jam
09.30 tersangka telah siap di polres, bahkan menunggu hingga lewat dzuhur
karena penyidik mengabarkan jaksa belum bisa menerima pelimpahan karena sedang
ada pertemuan di kantor walikota bekasi.
Karenanya, menjadi aneh tindakan jaksa yang ngotot menahan
tersangka. Aneh pula, ketika argumen syarat penahanan berupa adanya
kekhawatiran menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau mengulangi tindak
pidana lagi, terbukti secara nyata tidak ada pada diri tersangka. Dengan
berbagai dalih, akhirnya jaksa berargumen pada wewenang. Pada keputusan atasan.
Bolehlah kita pahami menahan adalah wewenang jaksa, tetapi KUHAP
tidak pernah menyebut proses penahanan itu wajib. Kasus yang menjerat artis
Ahmad Dani juga pasal 28 ayat (2) UU ITE, faktanya dia tidak ditahan. Karena
menahan memang bukan kewajiban, hanya pilihan.
Lantas kenapa jaksa ngotot menahan Suherman ? Apakah karena
Suherman orang kecil ? Apakah karena ada intervensi terhadap kasus Suherman ?
Apakah karena jaksa tidak percaya pada jaminan tokoh dan ulama yang sebelumnya
menjamin Suherman ? Apakah jaksa tidak bisa bertindak bijak, sebagaimana
Kapolresta metro kota bekasi yang mengabulkan permohonan penangguhan Suherman ?
Apakah karena kasus Suherman atas laporan pendeta sehingga ada atensi khusus ?
Karenanya wajar jika ulama, tokoh dan umat Islam bekasi merasa
prihatin dan merasa tidak dihargai. Dan menjadi hak konstitusional jika ulama,
tokoh dan elemen umat Islam mengajukan opsi untuk aksi menyampaikan aspirasi.
Umat Islam hanya bisa mengaduh, mengeluh, menyampaikan aspirasi.
Entah harus sampaikan kapan umat ini diperlakukan seperti ini. Pada kasus Ahok,
umat Islam harus turun hingga 7 (tujuh) juta, baru status Ahok tersangka. Pada
kasus Busukma dan Victor Laiskodat, sampai hari ini kasusnya tidak jelas meski
sudah berulang kali umat Islam mengadakan aksi.
Tetapi apapun, kewajiban umat Islam untuk terus menasihati
penguasa. Aksi “tolak arogansi jaksa, bela Suherman” yang InsyaAllah diadakan
pada hari Senin tanggal 20 Agustus 2018 di Kejari bekasi, adalah bagian dari
ikhtiar untuk memberian nasehat kepada aparat penegak hukum. Saat ini, yang
bisa dilakukan umat Islam hanya ini, karena semua pintu dan jalur aspirasi
melalui sarana hukum yang ada nyaris terkunci.
Karenanya,
kami mengimbau sekaligus mengajak kepada semua pihak untuk meluruskan niat,
memberikan dukungan dan doa, juga untuk terlibat dalam aksi bela Suherman jilid
2, dengan niatan semata-mata amar ma’ruf nahi munkar, hanya untuk mencari Ridlo
Allah SWT.